Page

Selasa, 27 Desember 2011

Dua Tahun Lebih MLMA

fiuuhhh,,, begitu lama blog ini menganggur, tanpa pernah kami sentuh atau tengok kondisinya. Setahun lebih kekosongan melanda blog ini, namun patut disukuri hanya blog ini yang mengalami kekosongan. Mai Laip Mai Adpentur sendiri sejak posting terakhir telah melakoni beberapa trip, antara lain Gunung Salak dengan curug seribunya pada tahun baru 2011, kemudian kami juga menghampiri kota garut, pantai Sawarna, anak gunung Krakatau dan yang paling akhir mengadakan kumpul2 di puncak pada 23-25 Desember sebagai penutup tahun sekaligus merayakan ulang tahun salah satu tim MLMA yaitu Wahyu Perdana.

Niat dan semangat di awal untuk menuliskan pengalaman dan perjalanan tim kecil kami ini memang sangat besar. Namun ternyata kesibukan mengais rezeki juga cukup menguras tenaga dan waktu sehingga untuk nge-blog pun jadi terasa sulit.

emmm bila merujuk pada judul posting kali ini mungkin hanya berupa pengingat bahwa kami telah bersama-sama lebih dari dua tahun *sejujurnya kami tidak memiliki tanggal pasti berdirinya MLMA. Biar sekalian ada posting di tahun 2011 ini. jadi gak keliatan kosong2 amad, -_-"

post berikutnya mungkin akan lebih kepada photo story perjalanan MLMA di tahun 2011 ini. semoga ditahun depan kami bisa mendapatkan rezeki untuk melakukan trip yang lebih seru, lebih jauh, lebih berkesan, lebih banyak pesertanya dan lebih bermakna. amiiiinnn.

Sabtu, 07 Agustus 2010

Dahsyatnya Jeram Sungai Palayangan

Sungainya memang tak begitu lebar dan tak begitu liar, namun Sungai Palayangan mampu memberikan tantangan yang sangat menjanjikan. 14 jeram dengan kategori mendekati ekstreme menanti Anda jika bersedia berkunjung ke Sungai Palayangan di Pangalengan, 45 KM Bandung Selatan.

(Danar, Satrio, Wahyu, Uwy)

Inilah tonggak awal perjalanan petualangan kami sebagai mai laip mai adpenture team. Kami bukan backpacker sejati, karena tidak mendetail dalam setiap jejak langkah kami (terbentur waktu). Kami juga bukan adventure sejati, karena kami tidak seekstreme para petualang (terbenture peralatan). Namun, kami punya identitas. Kami berada ada di tenga-tengah keduanya. Kami menyebut diri kami modern adventure. Mengambil sisi sedikit kemudahan, namun tidak meninggalkan unsur tantangan dan petualangan, serta sedikit berada di posisi eksklusif (boleh nggak sih...? Bolehlah...). Tuntutan kota Jakarta dengan segala kesibukkannya.

Kembali ke Palayangan. Kenapa jadi tonggak, karena ini jadi awal mula perjalanan petualangan kami yang sesungguhnya. Ya, beranggotakan sembilan awak, Danar, Marsal, Wahyu, Anggit, Uwy, Razif, Satrio, Anggita, dan Ipul, kami mengarungi setiap lekuk indah menantang milik Palayangan.

Mendebarkan. Adrenalin terpacu. Entah karena petualangan pertama, atau memang Palayangan memang sangat menjanjikan kami tak peduli. Satu yang pasti, kami mengitu tertantang di sana. Begitu terpesona, dan teramat sangat berkesan karena Palayangan mampu membuat bulu kuduk kami berdiri. Indah!

Akhir pekan ketiga bulan Juli 2009, kami menyusuri Sungai Palayangan. Konsep awalnya, kami hendak bertolak ke Bandung menggunakan motorcycle, namun karena jumlah dan waktu kami membatalkannya. Usai berdialog dari A sampai Z, kami putuskan untuk menggunakan mobil. Tak pelak, pencarian sewa pun cepat dilakukan. Setelah meliuk-liuk kesana kemari, mata kami akhirnya tertuju pada mobil ekspas tahun 90-an. Tua memang, namun kondisi lumayan layak, dan yang pasti murah sewanya, karena hanya 200rb per 24 jam.

Bertolak dari depan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pukul 22.01 WIB, kami menuju Bandung. Perjalanan memakan waktu 2,5 jam, dan kami telah berada di depan pojok pusat jajanan Jl. Asia Afrika Bandung. Usai makan malam dan berbincang, kami meluncur ke rumah pondokan kami yang gratis (numpang), maklum karena budget mahasiswa. Namun, tak sembarang tempat yang kami tumpangi, pasalnya rumah itu adalah milik Dinda Kania Dewi (aktris kenamaan Indonesia). Berkesan!

Minggu pukul 08.00 WIB, kami meluncur menuju Pangalengan (jarak tempuh sekitar 45 KM). Tiba di sana, istirahat sebentar, kami pun mulai prepare. Alat arung jeram kami sewa dari Reka Perdana, ngambil paket 4,5 Km dengan biaya 180 ribu.

Sebelum terjun langsung ke sungai Palayangan, kami diberi pembelajaran di Situ Cileunca, sebuah danau buatan dengan luas sekitar 14.000 m2 yang diperuntukkan untuk PLTA PLN Pangalengan, dikelilingi hutan pinus, perkebunan teh, dan kebun sayuran. Menakjubkan! Suasananya benar-benar alami.

Usai pemanasan, pertarungan pun dimulai. Walaupun relatif sempit, Sungai Palayangan memiliki gradien tinggi sehingga arus sungai cukup kencang dengan kelas jeram antara great III – IV. Lintasan pengarungan adalah sekitar 4 meter, dengan 14 jeram.

Baru mau menaikki kapal, Adrenalin sudah terpicu. Kami kesususahan, karena arusnya cukup deras. Butuh perjuangan. Dan menginjak jarak sekitar 30 kaki, kami sudah disambut dengan jeram Selamat Datang. Uwaaauuuuu... keren habis sob.

(Marsal, Razif, Anggit, Anggita, Ipul)

Selanjutnya, kami dihadapkan pada jeram-jeram yang lebih dahsyat macam rungkun, blender, es, kecapi, comba, anak domba, gadis 1, gadis 2 dan rahong. Blender adalah tempat paling menegangkan, karena perahu kami sempat mau kelipat. Selain itu, untuk keluar dari lilitan airnya, butuh kecepatan ekstra dalam mendayung.

Akibat terjalnya sungai, kami pun kerap terpental dari kapal. Suasana kian tegang, lantaran gaet kami juga suka menipu, dengan tujuan kami terjatuh dan minum air sungai. Selain itu, kepala kami (sebenarnya khususnya saya) banyak yang benjol, karena terbentur dayung rekan (paling resek Satrio).

Pertarungan dengan jeram-jeram penuh ketegangan ini memakan waktu sekitar 3 jam. Setelah itu, kami melepas lelah di saung masakan sunda, dengan hidangan ayam bakar. Guratan senja sudah mulai pudar, kami balik ke penginapan dengan diteruskan sesi belanja di Jalan Riau. Pukul 23.46 kami kembali je Jakarta.





Jumat, 30 Juli 2010

Kenapa Mai Laip Mai Adpenture?

Mau dicap Plagiat, mau dicap nggak kreatif, bahkan mau dicap numpang tenar pun kami tak peduli. Sedikit arogan memang! Tapi jangan salah, kami begitu menjunjung tinggi sejarah. So, inilah kami, Mai Laip Mai Adpenture.



Sejarah! Sebuah kata yang memaknai kejadian masa lampau. Lebih tertuju pada kejadian dimana menjadi momen besar yang sulit untuk dilupakan. Dan karena ini kami begitu sangat kesulitan untuk mengganti nama team dari mai laip mai adpenture ke identitas lainnya.

Sempat tercetus adventure corner. Ada juga ide Adventure Geek. Sempat juga kepikiran nama Backpacker UNJ. Namun, semua identitas itu sepertinya hampa bagi kami karena tanpa ada dasar sejarah yang kuat. Karenanya, bulat sudah untuk identitas Mai Laip Mai Adpenture.

Alkisah, lima pemain lama (Danar, Marsal, Wahyu, Anggit dan Uwy) mendapat project di Djarum Super, sebuah pabrikan rokok kenamaan di Indonesia, yang kala itu begitu menggema dengan marketing bertajuk adventurenya: My life My Adventure. Di saat bersamaan, naluri akan adventure kami juga tengah tumbuh berkebang di lingkungan Universitas Negeri Jakarta.

Trip-trip ringan pun coba kami galang. Dan hasilnya lumayan, banyak peserta yang turut serta. Dalam upaya promosinya, kami mencoba menggugah jiwa petualang para sobat kami dengan guyonan ala mahasiswa, macam: "Mana jiwa adventure kalian. Kaya kami dong, My Life My Adventure."

Menggelikan! Tapi, memang begitu kenyataannya. Dan semenjak itu, julukan team my life my adventure pun mulai bersemat. Hanya saja, mengucapannya agak cedal, mai laip Mai adpenture.

Dan sejak itu, inilah kami, mai laip mai adpenture. Sempat terpikir untuk mengganti identitas, namun apa daya, kami telah begitu sangat tenar dengan sandangan tersebut (uwaaaaaa... narsis sangad). Tak pelak, palu telah digetok, dan inilah kami, mai laip mai adpenture.

Kamis, 29 Juli 2010

Cikal Bakal

Awalnya, team Mai Laip Mai Adpenture terbentuk karena ketidak sengajaan. Ya, sebuah perkumpulan yang sama sekali tanpa perencanaan dan beda latar belakang. Tapi, entah kenapa tiba-tiba seraya jiwa kami terkumpul bulat dan terarah pada satu tujuan, yakni Adventure.

Seperti sudah digariskan, tiba-tiba dan tak terduga, kami dipertemukan dalam satu kejadian yang sebenarnya sudah mengarah ke adventure (hanya saja jauh dari artian sesungguhnya), karena kami hanya menghabiskan waktu mengais kesegaran akan jenuhnya kehidupan ibukota Jakarta di Wisata Taman Matahari (WTM) di puncak Bogor.

Ucapan syukur kepada Alloh SWT jelas harus kami tuturkan untuk nasib kami ini, yang hingga kini kami begitu sangat menikmatinya. Selain itu, kata terima kasih juga harus dilayangkan kepada Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang menjadi wadah berkumpulnya kami untuk mengais ilmu.

Tepatnya, September 2008, team awal kami mulai bertemu (Danar Hadi, Wahyu Perdana, Marsal Handika, dan Anggit Mamen) ketika perkuliahan di UNJ dimulai. Ketika itu, saya masuk extention Manajemen UNJ. Perkenalan dengan Mahasiswa baru pun cukup lambat karena terganggu jadwal kerja yang begitu padat (padahal mah sok sibuk sendiri... hehehe).

Kuliah dimulai dan bla bla bla, saya bertemu dengan Marsal. Ketika itu, saya butuh no telphone seorang PJ mata kuliah, dan sodara Marsal membantu. Setelah itu, jalinan persahabatan pun dimulai. Meski anaknya agak gemblung (Songonk) tapi obrolan mengalir.

Detik demi detik, menit ketemu jam, dan air terus mengalir (entah koneksi apa saya juga tidak begitu paham), saya dibawa Marsal ke pergaulannya. Orang pertama yang dikenalkannya adalah Sodara Wahyu Perdana dengan senyum manisnya (selalu menggunakan hati dalam mengambil keputusan dalam setiap langkah hidupnya).

Bertiga, persahabatan kami pun cukup erat, hingga suatu ketika muncul nama Anggit Mamen (pegawai BCA, alumnus UNJ seangkatan dengan Wahyu dan Marsal) dan Uwy Fratama (manusia yang benar-benar mengenal setiap lekuk kota Jakarta). Berlima, setiap malam Sabtu, kami menghabiskan waktu, semacam ritual menghilang penat, dengan menyusuri tiap sudut Jakarta. Namun, ada satu lokasi nongkrong yang tidak pernah lepas, yakni Laa Piaza Kelapa Gading. Bahkan, boleh dikata, sudah seribu jejak kaki kami ada di sana.

Dan satu yang pasti, saya mendapat banyak ilmu dari keempat manusia penuh tawa tersebut. Ya, saya diperkenalkan dengan lika liku kehidupan Jakarta (yang kata orang kampung macam saya kejam). Namun, mereka memberi warna lain, menyikapi kota Jakarta dari sisi yang berbeda. Meski hiruk pikuk dan penuh kemungkaran, mereka membukakan mata saya dimana Jakarta masih sangat bisa dinikmati (dalam artian sederhana nan indah, karena dompet kami tak cukup tebal).

Sampai titik ini, jiwa adventure kami perlahan mulai tergugah. Kami fokus untuk menikmati malamnya Jakarta, dari sisi backpacker modern (menyusuri kota jakarta dengan transportasi motor). Seperti, maen air di ancol pukul 12 malam, nongkrong di kota hanya sekadar untuk main poker hingga pukul 4 dinihari, atau sesi foto di Monas jam 2 pagi, dan etc. Gila bukan!

Merasa area Jakarta sudah kami telusuri, ritual pun mulai menjelajah tempat yang agak jauh dengan view pegunungan. Gampang ditebak, pasti tujuan kami puncak Bogor. Dan benar, sebulan sekali kami mengunjungi puncak Bogor dengan sepeda motor dan menikmati sate PSK (Pusat Sate Kiloan) jam dua pagi. Sumpah, kenikmatannya tiada tara. Saat udara dingin mulai menusuk tulang, kehangatan mulai didapat dari setiap sop kambing yang kami sruput (seduh).

Setelah itu, lahirlah momen besar bagi kami, sebuah peristiwa yang benar-benar menggugah jiwa petualangan kami. Saat dimana mata dan hati kami seraya dibangunkan bahwa Alloh SWT menciptakan alam yang begitu indah nan mempesona. Begitu sexy untuk diliat dan menggoda untuk disentuh.

Ya, karena ajakan adik-adik kelas dari angkatan '07 non reg jurusan manajemen UNJ, kami menghabiskan liburan di Taman Wisata Matahari. Dengan modal 150rb, kami berkesempatan untuk menikmati wahana petualangan alam di sana dan semalam menginap.

Ada satu wahana yang begitu menggoda, yakni arung jeram. Sebenarnya, karena waktu itu musim kemarau, arung jeram pun tak begitu memacu adrenalin (cupu), karena kami lebih banyak mengayuh dari pada menghindari jeram. Namun, karena kami pemula, meski hanya mengarungi 500m panjang sungai, namun perasaan kami begitu menggebu. Jantung ini tak henti-hentinya berdebar. Perasaan yang aneh.

Dan momen tersebutlah yang jadi titik balik. Titik dimana setiap langkah kami sangat dahaga akan indahnya alam. Titik dimana kami sangat haus akan adrenalin. Titik dimana, kami sangat menggebu untuk memuaskan rasa di hati.

Tak pelak, setelah itu, perjalanan demi perjalanan pun kami kais. Dari arung jeram pangalengan, wisata alam di Ciater, Lembang, dan Boscha, hingga menelusuri puncak Bromo. Green Canyon Pangandaran pun telah kami jajah. Bahkan, menengok sejarah Indonesia pun kami lakukan, seperti menyinggahi Candi Borobudur.

Mai Laip Mai Adpentur pun kian eksis keberadaannya di UNJ. Hal inilah yang lantas menggugah kami untuk mendesaign perjalanan Adventure, yang nyaris tiap bulan sekali (akhir bulan perjalanan pendek, dan per tiga bulan perjalanan panjang).

Tak pelak, gerombolan kami pun kian menggembung. Diawali masuknya Satrio Nugroho (Rio) hingga bersusulan sejumlah nama seperti Anggita Irfai, Astri Multazimi, Dina, Tyas, Ayu, Destria, Razif Azmar, Ipul, Eko Prasetyo, Racka, Awal, Anhar, Andri, dan masih banyak lagi nama yang tak dapat disebutkan satu persatu (maaf tangan mulai gempor), dan kami selalu menanti anggota baru. Anggota dengan jiwa Mai Laip Mai Adpentur.